Renungan Pagi: Menolak Upah, Memilih Tuhan (Kejadian 14:1–24)


Pagi ini aku membaca Kejadian pasal 14—sebuah pasal yang terasa seperti film epik. Ada perang antar raja, penculikan, penyelamatan, dan dua pertemuan yang menentukan arah hati Abram.

Diceritakan bahwa Lot, keponakan Abram, terseret dalam konflik besar karena tinggal di Sodom. Ia ditawan.
Ketika mendengar itu, Abram tidak tinggal diam. Ia mengumpulkan orang-orang terlatih, mengejar musuh, dan menang.

“Dibawanyalah kembali segala harta benda itu; juga Lot, anak saudaranya... dibawanya kembali.” (ayat 16)

Abram tidak mencari perang. Tapi ia tidak takut mengambil risiko untuk menyelamatkan orang yang dikasihinya. Bahkan orang yang sebelumnya memilih berpisah darinya. Itu bicara banyak soal hatinya.

Tapi bagian yang paling dalam dari pasal ini adalah dua pertemuan setelah kemenangan.

Pertama, Abram bertemu Melkisedek—raja Salem dan imam Allah yang Mahatinggi.
Melkisedek memberkati Abram dan mengingatkan siapa yang memberi kemenangan:

“Diberkatilah Abram oleh Allah Yang Mahatinggi, Pencipta langit dan bumi.”
“Dan terpujilah Allah Yang Mahatinggi, yang telah menyerahkan musuhmu ke tanganmu.” (ayat 19–20)

Abram menanggapinya dengan memberi sepersepuluh dari hasil rampasan. Ini bukan kewajiban hukum (hukum Taurat belum ada!), tapi respon hati yang tahu dari mana pertolongan datang.

Kemudian datanglah raja Sodom—dengan tawaran menarik:

“Berikanlah kepadaku orang-orang itu dan ambillah harta benda itu untukmu.” (ayat 21)


Tapi Abram menolak dengan tegas.

“Aku bersumpah demi TUHAN... Aku tidak akan mengambil apa-apa dari kepunyaanmu, sehelai benang atau tali kasut pun tidak, supaya engkau jangan dapat berkata: Aku telah membuat Abram menjadi kaya.” (ayat 22–23)

Ini titik penting. Abram baru saja menang. Ia punya hak. Tapi ia tidak mau ada campur tangan manusia dalam berkatnya. Ia ingin garisnya jelas: semua ini karena Tuhan.

Pagi ini aku belajar:

Kasih sejati tidak berdasar pada balasan. Abram menyelamatkan Lot, meskipun sebelumnya mereka berpisah.

Iman yang sejati tahu berterima kasih, tahu menolak. Ia tahu kapan memberi dan kapan berhenti menerima.

Tidak semua “berkat” layak diterima. Kadang menolak sesuatu lebih suci daripada menerimanya.


Doa Mengawali Hari:
Tuhan, di tengah dunia yang penuh tawaran dan jalan pintas, ajari aku untuk tidak silau oleh kemenangan atau kekayaan.
Biar hatiku cukup—karena tahu dari siapa pertolonganku berasal.
Dan kalau aku harus memilih antara kehormatan dunia dan kehendak-Mu, tuntun aku untuk memilih Engkau… meskipun artinya melepas apa yang tampak berharga.
Hari ini, aku tidak ingin kaya karena raja Sodom. Aku ingin berlimpah karena Engkau. Amin.

Comments

Popular posts from this blog

Lirik Mars Lansia GMIM

KHOTBAH PRIA KAUM BAPA GMIM (Pembacaan Alkitab: Amsal 9:1-18)

Renungan: Saat Hidup, Berdiakonia-lah (Lukas 16:19-31)