Posts

Showing posts from June, 2025

Renungan Pagi: Menutup Pintu, Menunggu Hujan (Kejadian 7:1–24)

Image
Pagi ini aku membaca Kejadian pasal 7—bagian saat air bah benar-benar datang. Selama berhari-hari sebelumnya, Nuh membangun bahtera. Menaikkan binatang ke dalamnya. Mempersiapkan semua sesuai perintah Tuhan. Orang-orang mungkin tertawa. Langit masih cerah. Tanah masih kering. Tapi akhirnya, hari itu tiba. “Masuklah ke dalam bahtera itu, engkau dan seisi rumahmu, sebab engkaulah yang Kulihat benar di hadapan-Ku di antara orang zaman ini.” (ayat 1) Lalu semua masuk. Binatang. Makanan. Keluarga. Dan kemudian satu hal yang sangat penting terjadi: “Lalu TUHAN menutup pintu itu di belakang Nuh.” (ayat 16) Aku berhenti di situ. Tuhan sendiri yang menutup pintu. Bukan Nuh. Dan aku membayangkan bagaimana rasanya berada di dalam bahtera itu, saat pintu besar perlahan tertutup. Suara dunia di luar memudar. Dan hanya tersisa… keheningan. Kadang taat kepada Tuhan terasa seperti itu. Seperti masuk ke dalam sesuatu yang besar dan gelap. Seperti menunggu hujan yang belum turun. Seperti percaya bahwa b...

Renungan Pagi: Ketika Dunia Gelap, Tapi Satu Orang Hidup Benar (Kejadian 6:1–22)

Image
Ada sesuatu yang berat dari Kejadian pasal 6. Dunia yang diciptakan Allah dengan begitu indah dalam pasal 1, kini dipenuhi kekerasan, kejahatan, dan hati manusia yang rusak. “TUHAN menyesal, bahwa Ia telah menjadikan manusia di bumi, dan hal itu memilukan hati-Nya.” (ayat 6) Kalimat itu menohok. Tuhan, yang Maha Tahu, bisa juga merasakan duka. Bisa menyesal karena kasih-Nya begitu dalam terhadap ciptaan-Nya. Itu membuatku berhenti dan bertanya: Apa yang kurasakan ketika aku melihat dunia hari ini? Dan bagaimana Tuhan memandangnya? Aku pun berpikir tentang betapa mudahnya terseret oleh arus gelap. Keadaan dunia saat itu—dan mungkin juga dunia sekarang—membuat kebaikan tampak kecil, dan kebusukan menjadi biasa. Tapi di tengah semua itu, satu ayat menjadi terang kecil yang begitu kuat: “Tetapi Nuh mendapat kasih karunia di mata TUHAN.” (ayat 8) Satu orang. Di tengah kejahatan dan kerusakan yang meluas, satu orang tetap hidup benar. Bukan karena dia sempurna. Tapi karena...

Renungan Pagi: Di Antara Lahir dan Mati Kejadian 5:1–32

Image
Pagi ini aku membaca Kejadian 5—pasal yang kelihatannya membosankan di awal. Isinya silsilah: siapa melahirkan siapa, berapa lama hidupnya, lalu mati. Awalnya, aku tergoda untuk melewatinya saja. Tapi saat membaca lebih pelan, ada sesuatu yang menyentuh. Ada pola yang berulang: “X hidup sekian tahun, memperanakkan Y, lalu hidup sekian tahun lagi, dan mati.” Lahir. Hidup. Mati. Diulang terus. Nama demi nama. Generasi demi generasi. Dan di tengah pola yang sama itu, aku tiba-tiba merasa kecil—tapi juga dilihat. Karena hidup memang seperti itu, ya? Kita lahir. Kita berjalan. Kita menjalani hari-hari yang kelihatannya biasa. Lalu kita mati. Tapi di antara awal dan akhir itu, ada cerita. Ada kemungkinan untuk hidup dengan makna. Lalu satu nama berbeda: Henokh. “Henokh hidup bergaul dengan Allah selama 300 tahun…” “… dan ia tidak ada lagi, sebab Allah mengangkat dia.” (ayat 22, 24) Henokh tidak mati. Ia “bergaul dengan Allah”—dan itu diulang dua kali, seolah penulis ingin kita memperhatikan ...

Renungan Pagi: Saat Hati Takut Tidak Dilihat (Kejadian 4:1–26)

Image
Pagi ini aku membaca Kejadian pasal 4—kisah tentang Kain dan Habel. Dua bersaudara. Sama-sama mempersembahkan sesuatu kepada Tuhan. Tapi hanya persembahan Habel yang diterima. Dan hati Kain menjadi panas. Muka Kain muram. Reaksinya... terasa familiar. Ada rasa iri. Ada kekecewaan. Mungkin juga rasa ditolak. Mungkin Kain berpikir: “Kenapa bukan aku? Apa aku kurang baik? Apa aku tidak cukup?” Lalu Tuhan mendekat—lagi-lagi, dengan kelembutan yang luar biasa: > “Mengapa hatimu panas dan mukamu muram? Bukankah jika engkau berbuat baik, engkau akan diterima?” “… dosa sudah mengintip di depan pintu; ia sangat menggoda engkau, tetapi engkau harus berkuasa atasnya.” (ayat 6–7) Tuhan tidak langsung menghukum atau menghakimi. Ia justru memberi ruang—ruang untuk refleksi, untuk memilih. Ia tahu ada pergumulan di hati Kain, dan Ia memperingatkan dengan kasih. Seperti orangtua yang bijak. Tapi Kain memilih jalannya sendiri. Ia mengajak adiknya ke padang, dan membunuhnya. Ayat itu—pendek dan dingi...

Renungan Pagi: Saat Aku Sembunyi (Kejadian 3:1–24)

Image
Baca Kitab Kejadian 3 Ada sesuatu yang sangat manusiawi dalam Kejadian pasal 3. Mungkin karena ini bukan hanya tentang Adam dan Hawa—tapi juga tentang kita. Tentangku. Di awal pasal ini, semuanya masih tampak utuh. Damai. Hawa bercakap dengan ular. Adam ada di sana juga. Lalu satu keputusan kecil—memetik, memakan. Dan tiba-tiba semuanya berubah. Yang menarik buatku adalah apa yang terjadi setelah itu. > “Maka terbukalah mata mereka berdua dan mereka tahu, bahwa mereka telanjang; lalu mereka menyemat daun pohon ara dan membuat cawat.” Aku terdiam di situ. Mereka merasa malu. Lalu mereka berusaha menutupi diri. Lalu mereka bersembunyi dari Tuhan. Dan aku merasa itu sangat dekat. Aku juga begitu, kan? Saat tahu aku salah, saat kecewa pada diriku sendiri, saat merasa gagal... aku sering menarik diri. Berpura-pura tidak ada yang terjadi. Sibuk mengalihkan pikiran. Atau malah mencoba “menjahit cawat” versi sendiri—menutupi rasa bersalah dengan usaha keras, pencapaian, atau hal-hal yang te...

Renungan Pagi: Nafas, Taman, dan Sunyi yang Tidak Baik (Kejadian 2:1–25)

Image
Baca Kitab Kejadian Pasal 2 Pagi ini aku bangun lebih lambat dari biasanya. Ada keheningan yang agak berat, tapi juga menenangkan. Langit masih buram, suara burung belum terlalu ramai. Rasanya seperti dunia juga sedang menarik napas. Lalu aku buka Alkitab dan membaca Kejadian pasal 2. Di sini, ceritanya lebih pelan dari pasal sebelumnya. Kalau Kejadian 1 seperti paduan suara megah tentang penciptaan alam semesta, Kejadian 2 terasa seperti bisikan—lebih dekat, lebih personal. Tuhan tidak lagi hanya berkata "Jadilah...", tapi sekarang Dia membentuk manusia dari debu, dengan tangan-Nya sendiri, dan menghembuskan napas ke dalam hidung manusia. Napas itu—napas Tuhan—jadi hidup yang pertama. Aku berhenti sebentar di situ. Tuhan membentuk dari debu—bahan paling rendah, paling biasa. Tapi Dia juga memberi napas-Nya sendiri—bagian paling kudus. Jadi, kita ini rapuh dan mulia sekaligus. Itu membuatku berpikir: mungkin wajar kalau kadang aku merasa kuat, kadang lemah. Mungkin keduanya m...

Renungan Pagi: Terang, Ritme, dan "Sungguh Amat Baik" Kejadian 1:1–31

Image
Baca Kejadian 1:1-31 Pagi ini aku membaca ulang bagian pertama dari Alkitab. Kejadian pasal 1. Ayat yang sangat familiar, tapi tetap saja terasa baru setiap kali dibaca: > “Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi.” Ada sesuatu yang menenangkan dari kalimat itu. Dunia ini tidak terjadi begitu saja. Hidup ini bukan hasil kebetulan. Ada permulaan. Dan di permulaan itu, ada Allah. Yang menarik, kisah penciptaan dimulai bukan dari sesuatu yang sudah rapi dan cantik. Tapi justru dari bumi yang kosong, gelap, tak berbentuk. Dan dari situ, Allah mulai menciptakan, satu hari demi satu hari. Langkah demi langkah. Hari pertama: terang. Hari kedua: langit. Hari ketiga: daratan dan tumbuhan. Hari keempat: matahari dan bulan. Hari kelima: ikan dan burung. Hari keenam: hewan dan akhirnya manusia. Ada urutan. Ada ritme. Tidak tergesa-gesa. Tidak serba langsung. Aku merenung sejenak—mungkin hidup juga seperti itu. Kadang aku ingin segala sesuatunya selesai sekarang juga. Tapi Tuhan bekerja se...

Ngaku Anak Tuhan? Pegang Lagi Alkitab Fisikmu!

Image
Hari gini, semua serba digital. Ibadah bisa online, renungan tinggal klik, baca Alkitab pun cukup buka app di HP. Praktis? Iya. Tapi kadang, kita jadi lupa rasanya pegang langsung Alkitab fisik—yang kertasnya bisa dibuka pelan-pelan, yang halamannya bisa dicoretin highlight, dan yang bikin kita lebih “terhubung” secara real. Sekarang, yuk kita bahas kenapa anak muda zaman sekarang justru perlu balik ke Alkitab fisik, dan gimana caranya supaya kita tetap bisa rutin baca tiap hari. Baca Alkitab Fisik Emang Kenapa? 📖 Bebas dari Distraksi Digital Buka aplikasi Alkitab di HP seringnya cuma niat awal. Tau-tau notif masuk, buka IG, buka WA, terus… lupa deh mau baca firman. Alkitab fisik = zero notif. 📖 Bikin Momen Teduh Lebih Nyata Pas pegang langsung, duduk tenang, buka halaman satu per satu—itu bukan cuma baca, tapi membangun hubungan personal sama Tuhan. Rasanya beda. 📖 Bisa Coret-Coret Sesuai Gaya Lo Sendiri Pakai stabilo warna-warni, kasih sticky note, tulis insight di margin. Itu car...