Posts

Showing posts with the label Renungan Diri

Renungan Pagi: Menutup Pintu, Menunggu Hujan (Kejadian 7:1–24)

Image
Pagi ini aku membaca Kejadian pasal 7—bagian saat air bah benar-benar datang. Selama berhari-hari sebelumnya, Nuh membangun bahtera. Menaikkan binatang ke dalamnya. Mempersiapkan semua sesuai perintah Tuhan. Orang-orang mungkin tertawa. Langit masih cerah. Tanah masih kering. Tapi akhirnya, hari itu tiba. “Masuklah ke dalam bahtera itu, engkau dan seisi rumahmu, sebab engkaulah yang Kulihat benar di hadapan-Ku di antara orang zaman ini.” (ayat 1) Lalu semua masuk. Binatang. Makanan. Keluarga. Dan kemudian satu hal yang sangat penting terjadi: “Lalu TUHAN menutup pintu itu di belakang Nuh.” (ayat 16) Aku berhenti di situ. Tuhan sendiri yang menutup pintu. Bukan Nuh. Dan aku membayangkan bagaimana rasanya berada di dalam bahtera itu, saat pintu besar perlahan tertutup. Suara dunia di luar memudar. Dan hanya tersisa… keheningan. Kadang taat kepada Tuhan terasa seperti itu. Seperti masuk ke dalam sesuatu yang besar dan gelap. Seperti menunggu hujan yang belum turun. Seperti percaya bahwa b...

Renungan Pagi: Ketika Dunia Gelap, Tapi Satu Orang Hidup Benar (Kejadian 6:1–22)

Image
Ada sesuatu yang berat dari Kejadian pasal 6. Dunia yang diciptakan Allah dengan begitu indah dalam pasal 1, kini dipenuhi kekerasan, kejahatan, dan hati manusia yang rusak. “TUHAN menyesal, bahwa Ia telah menjadikan manusia di bumi, dan hal itu memilukan hati-Nya.” (ayat 6) Kalimat itu menohok. Tuhan, yang Maha Tahu, bisa juga merasakan duka. Bisa menyesal karena kasih-Nya begitu dalam terhadap ciptaan-Nya. Itu membuatku berhenti dan bertanya: Apa yang kurasakan ketika aku melihat dunia hari ini? Dan bagaimana Tuhan memandangnya? Aku pun berpikir tentang betapa mudahnya terseret oleh arus gelap. Keadaan dunia saat itu—dan mungkin juga dunia sekarang—membuat kebaikan tampak kecil, dan kebusukan menjadi biasa. Tapi di tengah semua itu, satu ayat menjadi terang kecil yang begitu kuat: “Tetapi Nuh mendapat kasih karunia di mata TUHAN.” (ayat 8) Satu orang. Di tengah kejahatan dan kerusakan yang meluas, satu orang tetap hidup benar. Bukan karena dia sempurna. Tapi karena...

Renungan Pagi: Di Antara Lahir dan Mati Kejadian 5:1–32

Image
Pagi ini aku membaca Kejadian 5—pasal yang kelihatannya membosankan di awal. Isinya silsilah: siapa melahirkan siapa, berapa lama hidupnya, lalu mati. Awalnya, aku tergoda untuk melewatinya saja. Tapi saat membaca lebih pelan, ada sesuatu yang menyentuh. Ada pola yang berulang: “X hidup sekian tahun, memperanakkan Y, lalu hidup sekian tahun lagi, dan mati.” Lahir. Hidup. Mati. Diulang terus. Nama demi nama. Generasi demi generasi. Dan di tengah pola yang sama itu, aku tiba-tiba merasa kecil—tapi juga dilihat. Karena hidup memang seperti itu, ya? Kita lahir. Kita berjalan. Kita menjalani hari-hari yang kelihatannya biasa. Lalu kita mati. Tapi di antara awal dan akhir itu, ada cerita. Ada kemungkinan untuk hidup dengan makna. Lalu satu nama berbeda: Henokh. “Henokh hidup bergaul dengan Allah selama 300 tahun…” “… dan ia tidak ada lagi, sebab Allah mengangkat dia.” (ayat 22, 24) Henokh tidak mati. Ia “bergaul dengan Allah”—dan itu diulang dua kali, seolah penulis ingin kita memperhatikan ...

Renungan Pagi: Saat Hati Takut Tidak Dilihat (Kejadian 4:1–26)

Image
Pagi ini aku membaca Kejadian pasal 4—kisah tentang Kain dan Habel. Dua bersaudara. Sama-sama mempersembahkan sesuatu kepada Tuhan. Tapi hanya persembahan Habel yang diterima. Dan hati Kain menjadi panas. Muka Kain muram. Reaksinya... terasa familiar. Ada rasa iri. Ada kekecewaan. Mungkin juga rasa ditolak. Mungkin Kain berpikir: “Kenapa bukan aku? Apa aku kurang baik? Apa aku tidak cukup?” Lalu Tuhan mendekat—lagi-lagi, dengan kelembutan yang luar biasa: > “Mengapa hatimu panas dan mukamu muram? Bukankah jika engkau berbuat baik, engkau akan diterima?” “… dosa sudah mengintip di depan pintu; ia sangat menggoda engkau, tetapi engkau harus berkuasa atasnya.” (ayat 6–7) Tuhan tidak langsung menghukum atau menghakimi. Ia justru memberi ruang—ruang untuk refleksi, untuk memilih. Ia tahu ada pergumulan di hati Kain, dan Ia memperingatkan dengan kasih. Seperti orangtua yang bijak. Tapi Kain memilih jalannya sendiri. Ia mengajak adiknya ke padang, dan membunuhnya. Ayat itu—pendek dan dingi...

Renungan Pagi: Saat Aku Sembunyi (Kejadian 3:1–24)

Image
Baca Kitab Kejadian 3 Ada sesuatu yang sangat manusiawi dalam Kejadian pasal 3. Mungkin karena ini bukan hanya tentang Adam dan Hawa—tapi juga tentang kita. Tentangku. Di awal pasal ini, semuanya masih tampak utuh. Damai. Hawa bercakap dengan ular. Adam ada di sana juga. Lalu satu keputusan kecil—memetik, memakan. Dan tiba-tiba semuanya berubah. Yang menarik buatku adalah apa yang terjadi setelah itu. > “Maka terbukalah mata mereka berdua dan mereka tahu, bahwa mereka telanjang; lalu mereka menyemat daun pohon ara dan membuat cawat.” Aku terdiam di situ. Mereka merasa malu. Lalu mereka berusaha menutupi diri. Lalu mereka bersembunyi dari Tuhan. Dan aku merasa itu sangat dekat. Aku juga begitu, kan? Saat tahu aku salah, saat kecewa pada diriku sendiri, saat merasa gagal... aku sering menarik diri. Berpura-pura tidak ada yang terjadi. Sibuk mengalihkan pikiran. Atau malah mencoba “menjahit cawat” versi sendiri—menutupi rasa bersalah dengan usaha keras, pencapaian, atau hal-hal yang te...

Melepas 2024 dengan Ikhlas..

Image
Tahun 2024 sebentar lagi berlalu, dan kita semua tahu, setiap akhir selalu membawa perasaan yang campur aduk. Ada banyak kenangan yang tersisa, momen-momen yang membuat kita tersenyum, dan ada juga masa-masa sulit yang mungkin masih menghantui pikiran. Tapi satu hal yang pasti: kita sudah melewati semuanya dengan keberanian dan kekuatan yang luar biasa. Setiap langkah, meski terasa berat, membawa kita lebih dekat ke tujuan yang lebih besar. Meninggalkan tahun ini, bukan berarti kita melupakan semua yang telah kita lewati. Justru, perpisahan ini adalah kesempatan untuk merayakan segala pencapaian—sekecil apapun itu—dan mengingatkan kita bahwa perjalanan hidup ini penuh dengan pelajaran berharga. Kita semua punya cerita masing-masing, dan setiap cerita itu penting. Tidak ada perjuangan yang sia-sia. Melepas 2024 dengan Ikhlas.. Tahun ini mungkin tidak selalu memberi kita apa yang kita harapkan. Ada impian yang belum tercapai, ada hal-hal yang belum selesai. Tapi itu semua bagian dari per...