Renungan Pagi: Ketika Dunia Gelap, Tapi Satu Orang Hidup Benar (Kejadian 6:1–22)


Ada sesuatu yang berat dari Kejadian pasal 6.

Dunia yang diciptakan Allah dengan begitu indah dalam pasal 1, kini dipenuhi kekerasan, kejahatan, dan hati manusia yang rusak.

“TUHAN menyesal, bahwa Ia telah menjadikan manusia di bumi, dan hal itu memilukan hati-Nya.” (ayat 6)

Kalimat itu menohok.
Tuhan, yang Maha Tahu, bisa juga merasakan duka. Bisa menyesal karena kasih-Nya begitu dalam terhadap ciptaan-Nya.
Itu membuatku berhenti dan bertanya: Apa yang kurasakan ketika aku melihat dunia hari ini? Dan bagaimana Tuhan memandangnya?

Aku pun berpikir tentang betapa mudahnya terseret oleh arus gelap.
Keadaan dunia saat itu—dan mungkin juga dunia sekarang—membuat kebaikan tampak kecil, dan kebusukan menjadi biasa. Tapi di tengah semua itu, satu ayat menjadi terang kecil yang begitu kuat:

“Tetapi Nuh mendapat kasih karunia di mata TUHAN.” (ayat 8)

Satu orang.
Di tengah kejahatan dan kerusakan yang meluas, satu orang tetap hidup benar. Bukan karena dia sempurna. Tapi karena dia berjalan bersama Allah.

“Nuh adalah seorang yang benar dan tidak bercela di antara orang-orang sezamannya; dan Nuh itu hidup bergaul dengan Allah.” (ayat 9)

Ini seperti gema dari Henokh di pasal sebelumnya.
Di tengah dunia yang semakin jauh dari Allah, Nuh memilih arah yang berbeda.

Dan Tuhan menyuruh Nuh melakukan sesuatu yang kelihatannya konyol: membangun bahtera.
Bukan di tepi laut. Bukan saat ada tanda-tanda hujan. Tapi di tengah tanah kering, hanya karena Tuhan berkata.

Bayangkan kalau itu aku.
Berhari-hari mengetuk kayu, disaksikan orang yang tertawa, mencemooh, mungkin juga mencurigai. Tapi Nuh taat.

“Lalu Nuh melakukan semuanya itu; seperti yang diperintahkan Allah kepadanya, demikianlah dilakukannya.” (ayat 22)

🌿
Pagi ini aku diingatkan:

  • Dunia bisa gelap, dan Tuhan pun bisa berduka. Tapi kasih karunia tetap bisa ditemukan.
  • Aku mungkin tidak bisa mengubah keadaan global. Tapi aku bisa memilih hidup benar, meskipun sendirian.
  • Hidup bergaul dengan Allah bukan berarti mudah atau dimengerti orang lain. Tapi berarti tetap setia pada suara-Nya, bahkan ketika tidak masuk akal.

Hari ini aku tidak membangun bahtera. Tapi mungkin aku sedang membangun sesuatu yang juga terasa aneh bagi dunia: integritas. Pengampunan. Kesetiaan. Iman.

Dan kalau pun semua orang berjalan ke arah lain,
aku ingin tetap memilih berjalan bersama Allah.

Tuhan, bantu aku untuk hidup seperti Nuh—tidak hanya di mata manusia, tapi berkenan di mata-Mu.

Comments

Popular posts from this blog

Lirik Mars Lansia GMIM

Memperlengkapi Orang Kudus bagi Pembangunan Tubuh Kristus: Menjawab pertanyaan dalam MTPJ tanggal 15-21 September 2024

Nyanyian Rohani untuk Anak Sekolah Minggu GMIM (Part 2)